
SETELAH LEBIH BANYAK MENGEKSPRESIKAN PERSONALITAS LEWAT ALBUM CROSSOVER, GODLESS SYMPTOMS MEMBUKA DIRI TERHADAP MASALAH YANG LEBIH LUAS UNTUK ALBUM REVOLUSI DEMOKRASI.
SETELAH sempat menginjak sejumlah kendala, Godless Symptoms akhirnya rampung menggarap album kedua mereka. Direkam di Studio Masterplan, Bandung, album yang diberi tajuk Revolusi Demokrasi itu diproduseri Toteng (Forgotten). Sementara urusan mixing dan mastering digarap Yayat Achdiyat, figur yang selama ini menyumbang peran yang tidak bisa dibilang kecil dalam membentuk musik Burgerkill. Racikan Revolusi Demokrasi kian gagah berkat sentuhan Herry ‘Ucok’ Sutresna di sektor sampul.
Godless Symptoms butuh waktu empat tahun untuk kembali merilis album, setelah mereka mengeluarkan debut full length bertitel Crossover pada 2007. Selama empat tahun itu Godless Symptoms memperkaya diri dengan bermacam hal, mulai dari aktivitas tak pernah henti menghajar panggung demi panggung sampai berkontemplasi menyerap saripati simptoma kehidupan di tempat mereka menarik napas. Godless Symptoms pun beranjak makin matang dari segi musikal.
Tak berlebihan bila Revolusi Demokrasi disebut manifesto atas apa yang mereka cecap selama kurun waktu empat tahun terakhir. Lagu Beraksi Lewat Distorsi, misalnya, mereka ciptakan sebagai bentuk eskpresi amarah terhadap ekses Tragedi AACC yang nyaris menutup ruang ekspresi scene musik bawah tanah kota kembang. Lewat lagu itu Godless Symptoms hendak berujar bahwa politik atau apa pun tidak akan pernah bisa menghentikan derap langkah mereka melawan kegilaan zaman.
Memuat sepuluh lagu, Revolusi Demokrasi pula dijadikan perspektif kolektif seluruh personil Godless Symptoms terhadap simptoma riil sistem politik negeri ini. “Kita tahu, di satu sisi banyak pihak yang menyerukan demokrasi. Banyak pula yang mengklaim kehidupan berdemokrasi di negara ini kian membaik. Tapi kenyataannya negeri ini justru mengalami dekadensi di segala lini,” tutur Barus, vokalis.
Pemilihan substansi materi untuk Revolusi Demokrasi memang berbeda ketimbang Crossover. Di album pertama mereka lebih baik bicara persoalan yang lebih personal. “Di album Revolusi Demokrasi kita membuka diri terhadap isu yang lebih luas,” imbuh Barus.
Tak hanya dari substansi lirik, Godless Symptoms berupaya meneguhkan karakter musik mereka via Revolusi Demokrasi. Suntikan personel baru memberi cukup warna terhadap corak musik campuran thrash dan hardcore yang mereka mainkan. Ada progresi antara crossover yang mereka kemas di album Crossover dengan yang tersaji di Revolusi Demokrasi.
Namun, Godless Symptoms tidak mau mengklaim sepuluh lagu yang terkemas dalam Revolusi Demokrasi adalah jamu penawar seluruh karut marut. Mereka selalu menggenggam keyakinan yang ditularkan para pendahulu mereka, bahwa tugas musisi bukan memberi solusi. Tugas mereka hanya menyalakan lilin dan menyemangati nyawa-nyawa baru bahwa kita memang butuh solusi. Tugas lain thrash hardcore ala Godless Symptoms adalah memasok lebih banyak kegilaan yang bisa membangkitkan waras.
DISTRIBUSI JARINGAN PERTEMANAN
Revolusi Demokrasi bakal dirilis resmi pada gigs Cimahi United-Ressurrention yang dihelat di Lapangan Futsal Yon Zipur Macan Kumbang, Cimahi, pada Minggu (25/3). Setelah itu langsung disebarkan dengan modus distributed through network of friends.
Godless Symptoms memutuskan untuk menggunakan distribusi via jaringan pertemanan, setelah mendapati pengalaman menggelikan sekaligus menjengkelkan ketika berupaya memanfaatkan jalur distribusi milik sebuah label mayor. Diawali niat agar album Revolusi Demokrasi bisa menjangkau wilayah yang luas, justru birokrasi ribet yang didapat. “Kita tidak sreg dengan cara mereka memperlakukan kita. Bahkan sekadar untuk ikut jalur distribusi, mereka sudah menerapkan birokrasi yang rumit. Itulah alasan mengapa kita memilih distributed through network of friends. Artinya, kawan-kawan adalah distributor album kami,” seru Barus.
Sumber : www.bandung-underground.com
Posting Komentar